KEUTAMAAN SEBAGAI USTADZ TPA
Disampaikan dalam Silaturrahim Ustadz/Ustadzah se-
Kecamatan Wedi
(Masjid
Jami’, Ahad, 6 Pebruari 2011)
Istilah guru
dalam bahasa Arab dipakai dengan kata “almu’allim”,
“al-mudarris”. “al-murabbi”, “al-mu’addib” dan yang yang paling popular di Indonesia
dipakai dengan kata “al-ustadz”
(bagi guru laki-laki) dan “al-ustadzah”
(bagi guru wanita). Demikian para santri di pondok-pondok pesantren maupun para
santri TKA-TPA, umumnya memanggil para guru-gurunya dengan panggilan ustadz-ustadzah
ini.
Apapun panggilan
yang digunakan, guru ataupun ustadz merupakan salah satu faktor yang memegang
peranan penting dalam proses pendidikan. Ustadz inilah yang bertanggung jawab
dalam pengoperan nilai-nilai yang diterapkan oleh lembaga pendidikan untuk
dimiliki oleh para terdidik atau para santrinya. Keberhasilan aktifitas
pendidikan banyak bergantung pada keberhasilan para ustadznya dalam mengemban
misi kependidikannya. Itulah sebabnya, Islam sangat menghormati dan menghargai
orang-orang yang mau bertugas sebagai ustadz.
Nabi SAW bersabda :
ان الله سبحانه وملا ئكته واهل سما واته وارضه حتى النملة فى حجرها وحتى
الحوت فى البحر ليصلون على معلمى الناس الخير (رواه الترمذى عن ابىامامة)
Artinya :
“Sesungguhnya
Allah yang maha suci dan para malikat-Nya serta semua penghuni langit dan
bumi-Nya, sampai semut dan lubangnya dan ikan didasar laut sekalipun, niscaya
senantiasa memintakan rahmat bagi orang-orang yang mengajar kebaikan kepada
manisia.” (HR. at-Turmudzi
dari Abi Umamah).
Khusus untuk
ustadz TKA-TPA yang selama ini mengajarkan al-Qur’an kepada para santrinya,
Allah lewat rasul-Nya telah memberikan predikat sebagai orang yang terbaik
dikalangan umatnya.
Rasulullah bersabda :
خيركم من تعلم القران وعلمه (رواه البخارى)
Artinya :
“Sebaik-baiknya
kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhori)
Imam Ghozali,
seorang ulama yang dikenal sebagai “hujjatul Islam”, dalam
kitabnya yang termasyur “Ihya Ulumuddin” (juz I, halaman 52),
menulis tentang kedudukan sesorang yang berilmu dan mau mengajarkan ilmunya
kepada orang lain sbb :
فمن علم وعمل بما علم فهو الذي يدعى عظيما فى ملكوت السماء فكأنه كالشمس
تضيئ لغيرها وهي مضيئة فى نفسها
Artinya :
“Seseorang yang berilmu
dan kemudian bekerja dengan ilmu itu, maka dialah yang dinamakan dibawah kolong
langit ini. Dia ibarat matahari yang menyinari orang lain dan mencahayai pula
dirinya sendiri”
demikian pula
Syauqi Bey, seorang penyair terkenal didunia Islam, telah menulis sebuah
syairnya yang berisi penghormatan terhadap ustadz (athiyah al-Abrosyi, 1964 :
119) sebagai berikut :
قم للمعلم وفه التبجيلا كاد المعلم ان
يكون رسولا
Artinya :
“Berdirilah dan hormatilah guru, serta berilah dia penghargaan. Seorang guru
itu kedudukannya hampir-hampir menyemai rasul”
dari apa yang
dikatakan oleh hadist nabi serta serta ucapan al-Ghozali dan Syauqi Bey diatas,
memberikan pengertian pada kita bahwa betapa tinggi dan terhormatnya kedudukan
ustadz, lebih-lebih ustadz al-Qur’an, menurut ajaran Islam. Sehingga pantas
kalau Ali bin Abu Thalib salah seorang dari khulafaur rasyidin, berkata :
اتا عبد من علمنى حرفا واحدا ان شاء باع وان شاء اعتق وان شاء استرق
Artinya :
“Saya adalah
hamba bagi orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah dia, saya mau
dijual, dimerdekakan ataupun tetap dijadikan hambanya” (Aliy As’ad, 1978 : 22 )
Disamping kedudukan
yang terhormat, ternyata Allah juga telah menjanjikan adanya pahala yang besar
bagi para ustadz. Rasulullah bersabda :
من دعاالى هدى كان له من الاجر مثل
اجورمن تبعه لا ينقص ذلك من اجور هم شيئا ( رواه مسلم )
Artinya :
“Barang siapa
yang mengajak kepada jalan kebajikan, maka baginya mendapatkan bagian pahala
seperti pahala yang (diberikan Allah) kepada orang yang mengikutinya, tanpa
berkurang sedikitpun” (HR.
Muslim)
Dari Hadist ini, dapat dipahami bahwa :
1. Bagi ustadz yang
memiliki banyak santri, akan memiliki kemungkinan mendapat pahala yang lebih
besar dibandingkan yang lebih sedikit. Karena orang-orang yang akan
mengikutinya menjadi lebih banyak.
2. Bagi
ustadz yang mengajar anak-anak kecil akan memiliki kemungkinan mendapat pahala yang
besar dibanding mengajar orang-orang tua. Karena bagi anak-anak akan memiliki kesempatan yang
lebih lama dalam mengamalkan ilmunya dibandingkan orang tua yang sisa umurnya
relatif lebih pendek.
Untuk itu, adalah
sangat rugi bagi seseorang yang memiliki ilmu tetapi tidak mau mengajarkan
kepada orang lain. Lebih-lebih ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an, yang oleh
Rasulullah dijanjikan pahal dengan hitungan huruf demi huruf. Rasulullah
bersabda :
من قرأ حرفا من كتاب الله فله حسنة,
والحسنة بعشر امثالها, لااقول, الم حرف بل الف حرف وميم حرف (رواه الترمذى)
Artinya :
“Barang siapa
membaca satu huruf dari kitab Allah (al-Qur’an), maka bagi dia satu kebajikan.
Dan tiap satu kebajikan, dihitung dengan sepuluh (pahala) yang semisalnya. Dan
saya tidak mengatakan, alif lam mim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam
satu huruf, dan mim satu huruf”. (HR. at-Turmudzi).
Oleh karena itu,
sungguh beruntung bagi orang yang terjun menjadi ustadz TKA-TPA. Dia akan termasuk
orang yang “al-hayah fil maut” (hidup terus walaupun sudah mati), bukan
sekedar orang yang “al-hayah fil hayah” (hidup selama masih
hidup),apalagi orang yang “al-maut fil hayah” (sudah mati walaupun masih
hidup). Orang yang “al-hayah fil maut” ialah orang yang memiliki 3 amal yang
pahalanya terus mengalir yaitu : (1) sodaqoh jariyah (2) ilmu yang bermanfaat,
dan (3) anak yang shaleh yang mendo’akan kepada orang tuanya. Sesuai dengan
sabda Rasulullah SAW.
اذا مات ابن ادم انقطع عمله الا من
ثلاث : صد قة جارية, اوعلم ينتفع به, اوولد صالح يدعوله (رواه مسلم)
Artinya :
“Apabila anak
adam telah mati, maka semua amal terputus kecuali 3 perkara, yaitu (1) shodaqoh
jariyah, (2) ilmu yang bermanfaat, dan (3) anak sholeh yang mendo’akannya”. (HR. Muslim)
Orang yang terjun
menjadi ustadz TKA-TPA ataupun menjadi guru ngaji di masjid dan mushola, insya
Allah akan memiliki ketiga hal diatas sekaligus. Mereka akan memiliki amal
berupa shodaqoh jariyah, karena selama ini “honor” yang mereka peroleh
belum sebanding dengan jerih payah (tenaga) yang disumbangkannya. Kekurangan “honor”
tersebut, insya Allah dihitung sebagai shodaqoh jariyah. Mereka akan memiliki
amal berupa ilmu yang bermanfaat, karena mereka telah banyak mengajarkan ilmu
kepada orang lain. Dan mereka akan memiliki amal berupa anak sholeh, karena
pada hakekatnya mereka adalah “Bapak/Ibu” buat para santri dan murid-muridnya.
Imam Ghozali
dalam kitab Ihya’nya (Juz III, hal. 62) mengatakan :
فان عود الخير وعلمه نشأ عليه وسعد فى
الد نيا والاخرة وشاركه فى ثوا به ابواه وكل معلم له ومؤدب.
Artinya :
“Jika ia
dibiasakan dan diajar dengan baik, ia dapat tumbuh menjadi baik, dan diapun
beruntung (bahagia) didunia dan akherat. Kedua orangtuanya, semua guru yang
mengajarnya dan semua pendidik yang ikut mendidiknya, kesemuanya juga mendapat
pahala”.
Tentu saja agar
berhasil dalam mendidik dan mengajar pera santrinya, seorang ustadz perlu
berpengalaman kepada nilai-nilai akhlak yang telah ditentukan oleh ajaran
Islam. Sebab bila tidak, boleh jadi mereka berhasil dalam mengantarkan para
santrinya pandai dalam membaca, menulis dan memahami al-Qur’an, tetapi tidak
mau mengamalkannya. Ilmunya hanya terbatas berada di otak, tidak menembus pada
hati. Pandai bicara tentang al-Qur’an, tetapi perilakunya jauh dari nilai-nilai
al-Qur’an. Otaknya “pinter” tapi perilakunya “tidak bener”.
Untuk itu, setiap
ustadz perlu memiliki sifat-sifat yang terumus dalam etika guru dalam
pendidikan islam. Hal ini, tidak lain agar ilmu yang diajarkannya barokah dan
bermanfaat buat diri dan anak didiknya, dunia sampai akherat. Insya Allah.
ETIKA USTADZ TPA DALAM PENDIDIKAN ISLAM :
1. Berjiwa Robbani
2. Niat yang benar
3. Tawadlu’
4. Khosyyah (takut kepada
Allah)
5. Zuhud (tidak
materialistik)
6. Sabar tabah hati
7. Menguasai Bidang
Studinya
8. Tetap terus belajar
9. Segera kembali kepada
kebenaran
10.
Gemar bermusyawarah
11.
Mengedepankan kejujuran
12.
Bisa diteladani
13.
Bersifat Adil
14.
Penyantun dan Pemaaf
15.
Mengetahui dan Memahami tabiat santri.