Rabu, 05 November 2014

KEUTAMAAN SEBAGAI USTADZ TPA


KEUTAMAAN SEBAGAI USTADZ TPA
Disampaikan dalam Silaturrahim Ustadz/Ustadzah se- Kecamatan Wedi
(Masjid Jami’, Ahad, 6 Pebruari 2011)
Istilah guru dalam bahasa Arab dipakai dengan kata “almu’allim”, “al-mudarris”. “al-murabbi”, “al-mu’addib” dan yang yang paling popular di Indonesia dipakai dengan kata “al-ustadz” (bagi guru laki-laki) dan “al-ustadzah” (bagi guru wanita). Demikian para santri di pondok-pondok pesantren maupun para santri TKA-TPA, umumnya memanggil para guru-gurunya dengan panggilan ustadz-ustadzah ini.
Apapun panggilan yang digunakan, guru ataupun ustadz merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam proses pendidikan. Ustadz inilah yang bertanggung jawab dalam pengoperan nilai-nilai yang diterapkan oleh lembaga pendidikan untuk dimiliki oleh para terdidik atau para santrinya. Keberhasilan aktifitas pendidikan banyak bergantung pada keberhasilan para ustadznya dalam mengemban misi kependidikannya. Itulah sebabnya, Islam sangat menghormati dan menghargai orang-orang yang mau bertugas sebagai ustadz.
Nabi SAW bersabda :
ان الله سبحانه وملا ئكته واهل سما واته وارضه حتى النملة فى حجرها وحتى الحوت فى البحر ليصلون على معلمى الناس الخير (رواه الترمذى عن ابىامامة)

Artinya :
“Sesungguhnya Allah yang maha suci dan para malikat-Nya serta semua penghuni langit dan bumi-Nya, sampai semut dan lubangnya dan ikan didasar laut sekalipun, niscaya senantiasa memintakan rahmat bagi orang-orang yang mengajar kebaikan kepada manisia.” (HR. at-Turmudzi dari Abi Umamah).

Khusus untuk ustadz TKA-TPA yang selama ini mengajarkan al-Qur’an kepada para santrinya, Allah lewat rasul-Nya telah memberikan predikat sebagai orang yang terbaik dikalangan umatnya.
Rasulullah bersabda :

خيركم من تعلم القران وعلمه (رواه البخارى)

Artinya :
“Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhori)

Imam Ghozali, seorang ulama yang dikenal sebagai “hujjatul Islam”, dalam kitabnya yang termasyur “Ihya Ulumuddin” (juz I, halaman 52), menulis tentang kedudukan sesorang yang berilmu dan mau mengajarkan ilmunya kepada orang lain sbb :
فمن علم وعمل بما علم فهو الذي يدعى عظيما فى ملكوت السماء فكأنه كالشمس تضيئ لغيرها وهي مضيئة فى نفسها
Artinya :
“Seseorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmu itu, maka dialah yang dinamakan dibawah kolong langit ini. Dia ibarat matahari yang menyinari orang lain dan mencahayai pula dirinya sendiri”

demikian pula Syauqi Bey, seorang penyair terkenal didunia Islam, telah menulis sebuah syairnya yang berisi penghormatan terhadap ustadz (athiyah al-Abrosyi, 1964 : 119) sebagai berikut :

قم للمعلم وفه التبجيلا كاد المعلم ان يكون رسولا
Artinya :
“Berdirilah dan hormatilah guru, serta berilah dia penghargaan. Seorang guru itu kedudukannya hampir-hampir menyemai rasul”

dari apa yang dikatakan oleh hadist nabi serta serta ucapan al-Ghozali dan Syauqi Bey diatas, memberikan pengertian pada kita bahwa betapa tinggi dan terhormatnya kedudukan ustadz, lebih-lebih ustadz al-Qur’an, menurut ajaran Islam. Sehingga pantas kalau Ali bin Abu Thalib salah seorang dari khulafaur rasyidin, berkata :
اتا عبد من علمنى حرفا واحدا ان شاء باع وان شاء اعتق وان شاء استرق
Artinya :
“Saya adalah hamba bagi orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah dia, saya mau dijual, dimerdekakan ataupun tetap dijadikan hambanya” (Aliy As’ad, 1978 : 22 )

Disamping kedudukan yang terhormat, ternyata Allah juga telah menjanjikan adanya pahala yang besar bagi para ustadz. Rasulullah bersabda :
من دعاالى هدى كان له من الاجر مثل اجورمن تبعه لا ينقص ذلك من اجور هم شيئا ( رواه مسلم )
Artinya :
“Barang siapa yang mengajak kepada jalan kebajikan, maka baginya mendapatkan bagian pahala seperti pahala yang (diberikan Allah) kepada orang yang mengikutinya, tanpa berkurang sedikitpun” (HR. Muslim)

Dari Hadist ini, dapat dipahami bahwa :
1.  Bagi ustadz yang memiliki banyak santri, akan memiliki kemungkinan mendapat pahala yang lebih besar dibandingkan yang lebih sedikit. Karena orang-orang yang akan mengikutinya menjadi lebih banyak.
2.  Bagi ustadz yang mengajar anak-anak kecil akan memiliki kemungkinan mendapat pahala yang besar dibanding mengajar orang-orang tua. Karena bagi anak-anak akan memiliki kesempatan yang lebih lama dalam mengamalkan ilmunya dibandingkan orang tua yang sisa umurnya relatif lebih pendek.
Untuk itu, adalah sangat rugi bagi seseorang yang memiliki ilmu tetapi tidak mau mengajarkan kepada orang lain. Lebih-lebih ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an, yang oleh Rasulullah dijanjikan pahal dengan hitungan huruf demi huruf. Rasulullah bersabda :
من قرأ حرفا من كتاب الله فله حسنة, والحسنة بعشر امثالها, لااقول, الم حرف بل الف حرف وميم حرف (رواه الترمذى)
Artinya :
“Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah (al-Qur’an), maka bagi dia satu kebajikan. Dan tiap satu kebajikan, dihitung dengan sepuluh (pahala) yang semisalnya. Dan saya tidak mengatakan, alif lam mim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf”. (HR. at-Turmudzi).

Oleh karena itu, sungguh beruntung bagi orang yang terjun menjadi ustadz TKA-TPA. Dia akan termasuk orang yang “al-hayah fil maut” (hidup terus walaupun sudah mati), bukan sekedar orang yang “al-hayah fil hayah” (hidup selama masih hidup),apalagi orang yang “al-maut fil hayah” (sudah mati walaupun masih hidup). Orang yang “al-hayah fil maut” ialah orang yang memiliki 3 amal yang pahalanya terus mengalir yaitu : (1) sodaqoh jariyah (2) ilmu yang bermanfaat, dan (3) anak yang shaleh yang mendo’akan kepada orang tuanya. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.
اذا مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلاث : صد قة جارية, اوعلم ينتفع به, اوولد صالح يدعوله (رواه مسلم)
Artinya :
“Apabila anak adam telah mati, maka semua amal terputus kecuali 3 perkara, yaitu (1) shodaqoh jariyah, (2) ilmu yang bermanfaat, dan (3) anak sholeh yang mendo’akannya”. (HR. Muslim)

Orang yang terjun menjadi ustadz TKA-TPA ataupun menjadi guru ngaji di masjid dan mushola, insya Allah akan memiliki ketiga hal diatas sekaligus. Mereka akan memiliki amal berupa shodaqoh jariyah, karena selama ini “honor” yang mereka peroleh belum sebanding dengan jerih payah (tenaga) yang disumbangkannya. Kekurangan “honor” tersebut, insya Allah dihitung sebagai shodaqoh jariyah. Mereka akan memiliki amal berupa ilmu yang bermanfaat, karena mereka telah banyak mengajarkan ilmu kepada orang lain. Dan mereka akan memiliki amal berupa anak sholeh, karena pada hakekatnya mereka adalah “Bapak/Ibu” buat para santri dan murid-muridnya.
Imam Ghozali dalam kitab Ihya’nya (Juz III, hal. 62) mengatakan :

فان عود الخير وعلمه نشأ عليه وسعد فى الد نيا والاخرة وشاركه فى ثوا به ابواه وكل معلم له ومؤدب.
Artinya :
“Jika ia dibiasakan dan diajar dengan baik, ia dapat tumbuh menjadi baik, dan diapun beruntung (bahagia) didunia dan akherat. Kedua orangtuanya, semua guru yang mengajarnya dan semua pendidik yang ikut mendidiknya, kesemuanya juga mendapat pahala”.

Tentu saja agar berhasil dalam mendidik dan mengajar pera santrinya, seorang ustadz perlu berpengalaman kepada nilai-nilai akhlak yang telah ditentukan oleh ajaran Islam. Sebab bila tidak, boleh jadi mereka berhasil dalam mengantarkan para santrinya pandai dalam membaca, menulis dan memahami al-Qur’an, tetapi tidak mau mengamalkannya. Ilmunya hanya terbatas berada di otak, tidak menembus pada hati. Pandai bicara tentang al-Qur’an, tetapi perilakunya jauh dari nilai-nilai al-Qur’an. Otaknya “pinter” tapi perilakunya “tidak bener”.
Untuk itu, setiap ustadz perlu memiliki sifat-sifat yang terumus dalam etika guru dalam pendidikan islam. Hal ini, tidak lain agar ilmu yang diajarkannya barokah dan bermanfaat buat diri dan anak didiknya, dunia sampai akherat. Insya Allah.

ETIKA USTADZ TPA DALAM PENDIDIKAN ISLAM :

1.  Berjiwa Robbani
2.  Niat yang benar
3.  Tawadlu’
4.  Khosyyah (takut kepada Allah)
5.  Zuhud (tidak materialistik)
6.  Sabar tabah hati
7.  Menguasai Bidang Studinya
8.  Tetap terus belajar
9.  Segera kembali kepada kebenaran
10.       Gemar bermusyawarah
11.       Mengedepankan kejujuran
12.       Bisa diteladani
13.       Bersifat Adil
14.       Penyantun dan Pemaaf
15.       Mengetahui dan Memahami tabiat santri.